+62 818-0808-0605

PMK 168 Tahun 2023: Ketentuan Pelaksanaan Pemotongan PPh 21

PMK I68 Tahun 2023

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan sumber pendapatan negara yang vital, berperan penting dalam mendukung berbagai kebutuhan pemerintah. Dana dari PPh digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.

UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengatur regulasi terkait PPh. Jenis-jenis PPh dikategorikan berdasarkan objek dan subjek pajaknya, seperti PPh Pasal 21 (dipotong dari gaji) dan PPh Pasal 26 (dibayarkan atas penghasilan neto).

Pemerintah baru saja mengesahkan peraturan terbaru terkait PPh 21 dan 26, yaitu PMK 168 Tahun 2023. PMK ini menjadi panduan pelaksanaan pemotongan PPh untuk kedua jenis pajak tersebut.

Pencabutan Peraturan Pajak Penghasilan Sebelumnya

Pada tanggal 29 Desember 2023, Pemerintah mengesahkan PMK 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan terkait dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Pribadi. Peraturan ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2024.

Sehubungan dengan pemberlakuan PMK 168 Tahun 2023, Pemerintah mencabut beberapa peraturan sebelumnya, yaitu:

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016
  • Sebagian dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010, meliputi:
    • Pasal 5
    • Pasal 8
    • Bagian Pertama angka I Lampiran
    • Bagian Kedua angka I Lampiran

Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam PMK 168/2023

PMK 168 Tahun 2023 menetapkan dua metode pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21:

1. Tarif Efektif (TER)

TER, yang diatur dalam PP No. 58/2023, digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 pada setiap masa pajak (selain Masa Pajak Terakhir), baik secara bulanan maupun harian.

2. Tarif Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan

Skema tarif progresif ini digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 setahun pada Masa Pajak Terakhir.

Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21

1. PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Pensiunan

Dasar Pengenaan:

  • Penghasilan bruto dalam 1 (satu) Masa Pajak.
  • Penghasilan kena pajak (PKP).

Pemotongan PPh 21:

a. Masa Pajak Selain Masa Pajak Terakhir:

  • TER bulanan dikalikan dengan Penghasilan bruto dalam satu Masa Pajak.

b. Masa Pajak Terakhir:

  • Selisih antara PPh Pasal 21 yang terutang selama 1 Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir (poin a).
  • Tarif Pasal 17 dikalikan dengan PKP setahun.

Khusus untuk situasi di mana kewajiban pajak dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember:

  • Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan.
  • Pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.

2. PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap

Dasar Pengenaan:

  • Penghasilan bruto.

Pemotongan PPh 21:

a. Pegawai Tidak Tetap dengan Penghasilan Harian:

  • Penghasilan sehari sampai Rp 2.500.000:
    • Gunakan Tarif Efektif (TER) harian.
    • Rumus: Penghasilan bruto sehari x TER harian.
  • Penghasilan sehari lebih dari Rp 2.500.000:
    • Gunakan Tarif Pasal 17.
    • Rumus: Penghasilan bruto x 50% x Tarif Pasal 17.

b. Pegawai Tidak Tetap dengan Penghasilan Bulanan:

  • Gunakan Tarif Efektif (TER) Bulanan.
  • Rumus: Penghasilan bruto bulanan x TER Bulanan.

3. PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas

Dasar Pengenaan:

  • Penghasilan bruto.

Pemotongan PPh 21:

  • Penghasilan Tidak Teratur (Honor dan Lainnya):
    • Dikenakan pajak per masa pajak.
    • Gunakan Tarif Efektif (TER) bulanan.
    • Rumus: Penghasilan bruto x TER bulanan.

4. PPh 21 untuk Bukan Pegawai

Dasar Pengenaan:

  • 50% dari jumlah penghasilan bruto.

Jenis Penghasilan:

  • Honor, komisi, dan sejenisnya.

Pemotongan Pajak:

  • Rumus: Penghasilan bruto x 50% x Tarif Pasal 17.

Kategori Bukan Pegawai:

  • Dijelaskan secara rinci dalam PMK 168/2023 Pasal 3 ayat (2).

5. PPh 21 untuk Peserta Kegiatan

Dasar Pengenaan:

  • Penghasilan bruto, termasuk uang saku, uang representasi, uang hadiah, dan imbalan sejenisnya.

Pemotongan Pajak:

  • Rumus: Penghasilan bruto x Tarif Pasal 17.

Kategori Peserta Kegiatan:

  • Berbagai individu, seperti peserta perlombaan, peserta rapat, dan lainnya.
  • Dijelaskan secara rinci dalam PMK 168/2023 Pasal 3 ayat (3).

6. PPh Pasal 21 untuk Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Pegawai

Dasar Pengenaan:

  • Penghasilan bruto, yaitu jumlah dana pensiun yang ditarik.

Pemotongan Pajak:

  • Rumus: Penghasilan bruto x Tarif Pasal 17.

7. PPh Pasal 21 untuk Mantan Pegawai

Dasar Pengenaan:

  • Penghasilan bruto, termasuk jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lainnya.

Pemotongan Pajak:

  • Rumus: Penghasilan bruto x Tarif Pasal 17.

Zakat Berperan sebagai Pengurang dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Zakat atau sumbangan keagamaan yang wajib dibayarkan melalui pemberi kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Syarat Pengurangan:

  • Dibayarkan melalui pemberi kerja, kemudian disalurkan kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang telah dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Baca juga:

PMK Terbaru: Perincian Penerapan PKKU dalam Transaksi Afiliasi

Konsultasi Pajak Bersama KKP Ashadi dan Rekan

Konsultan Pajak Karawang merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang menyediakan pelayanan jasa pajak, akuntansi dan jasa konsultansi pada bidang akuntansi, perpajakan, manajemen dan training terpercaya, independen, akuntabel, dan profesional.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top